PROGRAM KONSERVASI PENYU KARIMUN JAWA

05 Oktober, 2007

Konservasi


Konservasi Penyu di Taman Nasional Karimunjawa
Oleh
Susi Sumaryati S.Pi
(Pengendali Ekosistem Hutan (PEH)Taman Nasional Karimunjawa)

Pelestarian penyu dirasa semakin penting setelah diketahui bahwa populasi penyu dialam sudah semakin menurun. Menurunnya jumlah penyu disinyalir disebabkan karena pemanfaatannya yang tidak bijaksana dan rusaknya habitat tempat penyu bertelur. Upaya pelestarian telah dilakukan di Taman Nasional Karimunjawa, salah satunya dengan melakukan penandaan (tagging), mencoba melakukan penetasan buatan bagi telur penyu. Banyaknya pulau yang didarati penyu merupakan keuntungan sekaligus kendala bagi pelestarian penyu di Taman Nasional Karimunjawa, terutama dalam hal keamanan telur penyu dari predator dan manusia. Kegiatan pelestarian penyu terbagi menjadi 2 metode yaitu metode kebijakan pelestarian secara konservatif dan kebijakan pelestarian secara positif (Anonymous, 2000). Kebijakan pelestarian secara konservatif merupakan metode pelestarian yang berlangsung secara alami yaitu membiarkan telur menetas pada sarang alami dengan mencegah pencurian/pengambilan telur, memantau habitat tempat penyu mendarat. Kebijakan pelestarian secara positif dengan memperbanyak populasi penyu dengan teknik manajemen, meliputi pemindahan telur dari sarang alami ke sarang buatan, memelihara tukik dalam waktu tertentu kemudian melepaskannya ke laut. Penerapan metode tersebut diatas tentu memerlukan pertimbangan dengan didukung data yang memadai, sehingga didapat metode yang sesuai dengan kondisi di Taman Nasional Karimunjawa.
1. Penandaan (Tagg) Penyu
Taman Nasional Karimunjawa telah melaksanakan upaya konservasi penyu sejak tahun 2003, sehingga sampai dengan saat ini konservasi penyu di Karimunjawa telah berlangsung selama 3 tahun. Tahun 2003 merupakan awal dilaksanakan penandaan/tagging penyu di Taman Nasional Karimunjawa. Sepanjang tahun ini jumlah penyu yang diberi tag berjumlah 36 ekor terdiri dari 13 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dan 23 ekor penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Dari 13 ekor penyu hijau , enam ekor diantaranya merupakan penyu dewasa hal ini dapat diperkirakan berdasarkan ukuran (CCL dan CCW) dan berat. Lima ekor penyu hijau memiliki berat antara 81- 105kg dengan panjang lengkung karapas (CCL) antara 88 – 98 cm sedangkan satu ekor lagi berdasarkan ukuran lengkung karapasnya merupakan penyu dewasa (80 cm) sedangkan beratnya 56kg. Menurut Marquez (1990) , ukuran dan berat minimum yang dicapai penyu pada saat pertama kali bertelur yang pernah tercatat di Solomon adalah 78 cm dan 68 kg, ukuran ini berbeda dibeberapa lokasi tergantung pada kondisi perairan tempat hidup. Pada penyu sisik yang telah di tag dari 23 ekor yang ada merupakan penyu yang belum dewasa (juvenil ). Ukuran penyu sisik yang telah dewasa mencapai berat antara 40 – 56 kg dengan ukuran panjang standart karapasnya (SCL) antara 68 – 80 cm (Marquez, 1990).
Disepanjang tahun 2004 jumlah penyu yang diberi tag berjumlah 31 ekor terdiri dari enam ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dan 25 ekor penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Ditahun ini pemasangan tag hanya dilakukan pada salah satu flipper yaitu disebelah kanan atau kiri saja. Dari 31ekor penyu yang di tag hanya satu ekor penyu dengan nomor tag ID 3371 merupakan penyu yang ditemukan bertelur di Pulau Sintok. Terdapat satu penyu yang kami beri nama “Marinem” dengan nomor tag ID 3372 merpakan penyu yang diserahkan secara sukarela oleh penduduk Kemujan setelah dipelihara selama satu tahun dalam kolam air tawar, sehingga sebelum dilepas ke habitatnya penyu ini harus melalui proses adaptasi selama satu bulan. Dua puluh sembilan lainnya merupakan penyu yang belum dewasa. Penyu yang di tag selama tahun 2004 ini hampir seluruhnya (30 ekor) merupakan penyu yang tertangkap oleh jaring nelayan yang diserahkan kepada petugas Taman Nasional Karimunjawa. Seringnya penyu tertangkap oleh jaring nelayan menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai penggunaan jenis alat tangkap yang dipakai dan sosialisasi pada masyarakat untuk menyerahkan penyu tersebut.
Sampai dengan bulan Desember 2005 jumlah penyu yang diberi tag berjumlah 29 ekor semuanya dari jenis penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Secara keseluruhan penyu yang telah diberi tag di Karimunjawa dari Februari 2003 sampai dengan Desember 2005 berjumlah 90 ekor terdiri dari 19 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dan 80 ekor penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

2. Penetasan Semi Alami
Kebiasaan memakan daging dan telur penyu sudah lama dilakukan oleh sebagian masyarakat di Karimunjawa dan tidak dapat dipungkiri sampai saat inipun masih ada yang mengkonsumsi penyu. Masyarakat karimunjawa yang bermata pencaharian sebagai nelayan menganggap hal yang wajar untuk mengkonsumsi daging dan telur penyu. Penyu sering tertangkap secara kebetulan oleh jaring nelayan atau terkadang mereka sengaja mencari penyu yang sedang beristirahat disela-sela terumbu karang. Penyu memang akan mudah ditangkap pada saat sedang beristirahat yaitu pada siang hari sekitar pukul 10.00 – 12.00. Untuk mencari telur penyu dapat dilakukan pada siang atau malam hari, bagi mereka yang sudah terbiasa, mencari telur penyu merupakan hal yang mudah. Selain manusia, saat masih berbentuk telur disarang alami, penyu memiliki predator alami yang dapat merusak telur yaitu biawak dan semut. Faktor alam yang juga dapat merusak telur adalah air laut, karena penyu kadang meletakkan telurnya pada pantai yang masih terkena air laut saat pasang.
Salah satu upaya menjaga supaya telur tetap menetas dilakukan pemindahan dari sarang alami ke tempat penetasan semi alami. Sejak Juli 2004 Taman Nasional Karimunjawa memiliki Tempat Penetasan Semi Alami yang terdapat di Pulau Menjangan Besar. Menjangan Besar merupakan pulau yang paling memungkinkan untuk dibuat penetasan semi alami. Faktor pendukung utama adalah adanya dukungan dari pemilik pulau untuk membuat penetasan semi alami di tempatnya. Di pulau ini telah terdapat kegiatan budidaya ikan dikaramba, sehingga akan dapat dilakukan banyak aktifitas oleh wisatawan saat berkunjung. Tempat penetasan yang berukuran 2 x 4 meter ini dapat menampung lebih kurang 12 ember yang berisi telur.
Penetasan semi alami dilakukan di pulau Menjangan Besar, telur yang ditetaskan merupakan hasil temuan nelayan yang kemudan dilaporkan kepada petugas Taman Nasional Karimunjawa. Tercatat dari 20 temuan telur, 12 diantaranya merupakan hasil dari laporan masyarakat (nelayan) kepada petugas. Nelayan yang melapor kepada petugas tentang keberadaan telur diberikan sejumlah uang sebagai bentuk penggantian bahan bakar kapal. Jumlah uang yang diberikan berkisar antara Rp 200.000,00 – Rp 250.000,00 tergantung pada jauh dekatnya pulau tempat telur ditemukan. Untuk satu sarang penyu biaya yang dibutuhkan dari proses pelaporan sampai pelepasan kembali rata-rata sejumlah Rp 600.000,00 dengan perincian : penggantian biaya bahan bakar Rp 200.000,00 – Rp 250.000,00, biaya penjaga sarang Rp 100.000,00 dan sewa kapal untuk pelepasan anak penyu (tukik) Rp 250.000,00.
Pemindahan telur dilakukan oleh petugas sebagai upaya mengurangi resiko rendahnya persentase penetasan semi alami. Namun demikian ada juga nelayan yang menyerahkan dalam bentuk telur yang sudah diambil dari asalnya. Pulau tempat telur ditemukan sepanjang tahun 2003 – 2005 yaitu : Menjangan kecil (6 kali), Sintok (5 kali), Geleang (2 kali), Cendekia (1 kali), Bengkoang (2 kali), Krakal Kecil (1 kali), Cemara Besar (1 kali), Burung (1 kali) dan Krakal Besar (1 kali).
Telur yang ditemukan sepanjang Februari 2003 – Desember 2005 berjumlah 2870 butir, yang ditetaskan berjumlah 2798 butir, selisih 72 butir menunjukkan bahwa saat ditemukan terdapat telur yang pecah karena proses pencarian telur atau ada yang dimakan biawak. Telur yang berada dalam penetasan semi alami juga memilki peluang terjadi kegagalan pentasan atau persentase penetasannya rendah. Dari hasil analisa, hal ini disebabkan karena proses pemindahan yang tidak benar dan kondisi dalam penetasan semi alami yang tidak optimal seperti kandungan air dalam pasir yang terlalu tinggi atau suhu yang terlalu rendah. Dalam penetasan semi alami persentase keberhasilan penetasan berkisar antar 0% - 100%, rata-rata persentase penetasan 54,75%.
Dari 2798 butir, 26 ekor tukik mati, 1240 butir gagal/tidak menetas karena telur telah busuk, sehingga yang berhasil ditetaskan dan kemudian dilepaskan ke habitat aslinya berjumlah 1532 ekor tukik (anak penyu). Tukik keluar dari lubang penetasan pada malam hari hal ini berhubungan dengan menurunnya suhu pasir dan untuk menghindari pemangsa alami. Saat yang tepat untuk melepaskan tukik yang telah keluar dari sarang adalah sore hari saat matahari tenggelam atau pagi hari. Karena itulah maka tukik dari penetasan semi alami dipelihara dalam karamba kecil sebelum dilepaskan. Pelepasan tukik diupayakan dilakukan ditempat telur ditemukan, dengan harapan pada saat dewasa dan akan bertelur dia akan kembali ke pulau tersebut. Namun tidak semua tukik dapat dilepaskan ditempat telur ditemukan karena sering kali tingginya biaya operasional yang dibutuhkan.

3. Peran serta Masyarakat
Selain dimanfaatkan daging dan telurnya, karapas dari penyu (penyu sisik) dimanfaatkan untuk kerajinan, seperti kalung, gelang dan cincin. Keterlibatan masyarakat di sekitar pulau tidak hanya dapat diatasi dengan melarang masyarakat mengambil telur penyu atau menangkap penyu, karena dengan melarang tanpa memberikan alternatif solusi tidak akan memberikan manfaat bagi kedua pihak (masyarakat dan taman nasional). Cara yang mungkin dapat dilakukan yaitu mengikut sertakan kelompok masyarakat dalam upaya pelestarian yaitu dengan menjadi pendamping dalam kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian, misal : mendampingi peneliti penyu, memberi informasi keberadaan sarang penyu dan menjaganya. Dengan cara ini selain menambah pemasukan finansial dari masyarakat juga akan membantu upaya pelestarian. Menyebarkan informasi mengenai penyu seperti : cara berkembang biak, tempat hidup, pemangsa, kondisi pantai bertelur penyu, gangguan yang menghambat populasi penyu. Saat ini sudah terbentuk dua kelompok pelestari penyu di Desa Karimunjawa dan Kemujan. Tujuan adanya kelompok pelestari penyu adalah untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian penyu di Taman Nasional Karimunjawa. Kelompok Pelestari Penyu Karimunjawa diketuai oleh Bapak Ismarjoko sedangkan Kelompok Pelestari Penyu Kemujan berada di dusun Batu Lawang, Kemujan diketuai oleh Bapak Heri. Dengan bantuan dana dari Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional Karimunjawa, kelompok pelestari penyu dapat melakukan pembuatan tempat penetasan semi alami, pembuatan karamba atau bak pemeliharaan tukik dan pembuatan kaos penyu.
Komitmen dari semua pihak yang terkait menjadi modal utama bagi upaya konservasi. Selama tiga tahun ini memang banyak kendala yang dihadapi baik dari intern dan ekstern Taman Nasional Karimunjawa tapi diharapkan semua itu dapat menjadi bahan evaluasi bagi langkah konservasi penyu di Taman Nasional Karimunjawa. (smart 424)

1 komentar:

Cara Mengatasi Mampet Pada Wastafel mengatakan...

berkunjung ke blog ini
banyak info info menarik nya
terimakasih gsn