PROGRAM KONSERVASI PENYU KARIMUN JAWA

22 November, 2007



AKTIFITAS PROGRAM KONSERVASI PENYU TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
Bulan November 2007
Rabu, 14 November 2007, pukul 19.00 WIB
Menerima laporan sarang dari nelayan bernama Sunawi. Telur diserahkan kepada petugas Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) sudah dibawa dalam kantong plastik, telur masih berlendir menurut pengakuan berasal dari Pulau Bengkoang ditemukan dibagian barat pulau. Kepada pelapor (Sunawi) diberikan penggantian biaya solar sebesar Rp 200.000,00.
Untuk sementara telur ditaruh didalam ember plastik.
Pelaksana : Susi, Sutris, Kuswadi
Kamis,15 November 2007
Menuju ke Tempat Penetasan Semi Alami (PSA) di pulau Menjangan Besar, aktifitas :
1. Memindahkan telur yang dilaporkan oleh Sunawi. Jumlah telur rusak pada saat pengambilan 3 butir, ditetaskan 204 butir, sehingga jumlah keseluruhan 207 butir. Perkiraan menetas sekitar pertengahan Januari 2007.
2. Penggantian pasir pada tempat penetasan.
Kondisi pasir lembab, suhu diperkirakan ± 270 C, ditandai dengan warna pasir yang lebih gelap. Pasir dari dalam tempat penetasan digali sampai kedalaman ± 30 cm, pasir dikeluarkan, kemudian dibiarkan/diangin-angin.
3. Membersihkan PSA Menjangan Besar.
Pelaksana : Susi, Sutris, Kuswadi, Satmoko
Jumat,16 November 2007
Melakukan pengecekan ketersediaan Tagg di Seksi Kemujan dan Karimunjawa hasil :
Terdapat 6 buah Tagg di Seksi Kemujan dengan nomor ID 3445 s/d ID 3450 dalam kondisi baik, sedangkan 2 buah Tagg dengan nomor ID 3438 dan ID 3431 dalam kondisi rusak.
Tagg dari ex Seksi Parang terdapat 7 buah dengan nomor ID 3469 s/d ID 3475
Tagg keseluruhan kemudian dikumpulkan di Seksi Karimunjawa.
Pelaksana : Susi , Zaenul
Selasa, 20 November 2007
Menerima laporan keberadaan sarang di Pulau Burung oleh Abdul Jamil. Ditindak lanjuti dengan melakukan evakuasi ke pulau Burung dengan didampingi petugas BTNKJ (Mualim dan Kuswadi). Telur yang rusak 3 butir, Telur yang ditetaskan 135 butir, jumlah telur keseluruhan 138 butir. Kepada pelapor (Abdul Jamil) diberikan penggantian biaya solar sebesar Rp 200.000,00.
Pengisian pasir dalam tempat penetasan.
Setelah dibiarkan/dianging-angin selama 4 hari maka dilakukan pengisian pasir pada tempat penetasan. Pasir yang digunakan adalah pasir yang diambil dari pantai, pasir lama tidak digunakan lagi.
Pelaksana : Susi, Sutris, Mualim, Kuswadi, Arifin, Satmoko

04 November, 2007

Program Konservasi 2003-2007


PROGRAM KONSERVASI PENYU
TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
TAHUN 2003 - 2007
oleh : Susi Sumaryati
(Pengendali Ekosistem Hutan TN Karimunjawa)

Program konservasi penyu di Taman Nasional Karimunjawa telah berjalan selama sejak tahun 2003 sampai dengan 2007. Selama jangka waktu tersebut dilakukan tahapan-tahapan untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan oleh Taman Nasional Karimunjawa. Meskipun telah banyak dilakukan program yang bertujuan untuk menyelamatkan penyu dan berbagai temuan baru tentang pantai tempat penyu bertelur, pada dasarnya keberadaan penyu masih dibatasi oleh populasi penyu secara alami dan menurunnya kondisi habitat tempat penyu bertelur. Program berkelanjutan dari tahun ke tahun merupakan salah satu faktor dalam melakukan upaya pelestarian penyu. Untuk menjaga kelestarian penyu diperlukan kerjasama dan perhatian dari semua pihak.
Tujuan
Program Konservasi Penyu di Taman Nasional Karimunjawa bertujuan :
Masyarakat Karimunjawa sadar akan pentingnya konservasi penyu di Taman Nasional Karimunjawa dengan tidak menangkap dan mengonsumsi daging dan telur penyu.
Masyarakat Karimunjawa secara aktif ikut berperan dalam upaya pelestarian penyu dengan menjaga dan tidak merusak habitat penyu.
Memanfaatkan penyu sebagai daya tarik wisata sehingga memberikan alternatif usaha bagi masyarakat Karimunjawa.
Melakukan dan memfasilitasi kegiatan pendidikan dan penelitian penyu di Taman Nasional Karimunjawa.
Pelaksanaan Program Konservasi Penyu tahun 2003 - 2007
1. Identifikasi dan Inventarisasi, Pemanfaatan dan Penyelamatan Penyu
Nopember – Desember 2003
Terdapat dua jenis penyu yang mendarat dan bertelur di 20 pulau dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa dan di 3 pulau diluar kawasan kepulauan Karimunjawa yaitu penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).
Kondisi daya dukung lingkungan dari parameter yang diambil mendukung sebagai tempat penyu mendarat.
Aktifitas manusia disekitar pulau menjadi salah satu faktor pembatas keberadaan penyu di kepulauan Karimunjawa.
2.Pengamatan Lokasi Tempat Penyu Bertelur di Pulau Sintok
Desember 2003 – Maret 2004
Selama pengamatan ditemukan 2 sarang dan 4 jejak penyu sisik di Pulau Sintok
3.Pembentukan Kelompok Pelestari Penyu di Desa Karimunjawa
Agustus 2003
Terbentuk Kelompok Pelestari Penyu Karimunjawa beranggotakan 10 orang dari desa Karimunjawa diketuai oleh Bapak Joko. Pemberian bantuan pada kelompok pelestari penyu yang digunakan untuk : pemberian insentif bagi penemu sarang telur penyu yang dijaga hingga menetas, pembuatan souvenir berupa kaos.
4.Studi Banding Penetasan Semi Alami Telur Penyu di Taman Nasional Alas Purwo
Juni 2004
Tim yang ikut serta dalam studi banding mempelajari kegiatan pembinaan populasi penyu di Taman Nasional Alas Purwo.
5.Pembuatan Tempat Penetasan Semi Alami Penyu di Pulau Menjangan Besar
Juli 2004
Dibuat 1 unit tempat penetasan semi alami telur penyu di Pulau Menjangan Besar. Pemilihan lokasi di Menjangan Besar merupakan hasil kerja sama dengan P.T. Hiu Kencana Ulung.
6.Pemberian tanda (Tagging) pada penyu
Dilaksanakan sejak tahun 2003
128 penyu di tagging, terdiri dari 94 ekor penyu sisik dan 34 ekor penyu hijau , sebagian besar merupakan serahan/laporan dari nelayan Karimunjawa.
7.Penetasan Semi Alami Penyu dan Pelepasan Tukik
Dilaksanakan sejak 2003
Sampai saat ini (tahun 2007) telah melepaskan tukik (anak penyu) sebanyak 4310 ekor dari 8183 telur yang ditetaskan.
8.Pelatihan Teknis Pelestarian Penyu
17 – 19 Juni 2006
Dibiayai oleh MFD, diikuti oleh 25 peserta, menghasilkan kesepakatan bersama untuk tidak memanfaatkan/mengkonsumsi penyu dan mendukung konservasi penyu di Karimunjawa. (isi kesepakatan bersama pada lampiran 1).
9.Penertiban Souvenir
Agustus 2006 – April 2007
Penarikan souvenir berbahan karapas penyu, pemberian simpati, pemusnahan karapas penyu.


Tahapan untuk mencapai tujuan yang diinginkan masih panjang, diperlukan kerjasama dengan semua pihak.

30 Oktober, 2007

PENETASAN SEMIALAMI


Tempat Penetasan SemiAlami Penyu berada di Pulau Menjangan Besar. Menuju ke lokasi ini dibutuhkan waktu 10menit dari Pulau Karimunjawa dengan menggunakan kapal kayu.


Pulau Menjangan Besar terletak pada 5o 25’23” - 5o 26’00 LS” dan 110 o52’55”- 110 o53’50” BT memiliki luas 56 Ha dengan keliling 5036m. Kemiringan pantai antara 00 - 50. Bagian selatan pulau merupakan pantai berbatu dan ditumbuhi mangrove dari jenis Rhizophora sp. Vegetasi yang dijumpai : Scaevola tacada, Pandanus sp., Casuarina equisetifolia, Guettarda speciosa, kelapa, rumput. Predator potensial yang ditemui adalah burung,Cardisoma carnivex, semut. Dipulau ini terdapat budidaya ikan dengan karamba. Atraksi lain yang dapat dinikmati adalah pemeliharaan hiu.

Daya Dukung LingkunganPulauMenjanganBesar

Daya Dukung Lingkungan di Pulau Menjangan Besar
Pulau Menjangan Besar terletak pada 5o 25’23” - 5o 26’00 LS” dan 110 o52’55”- 110 o53’50” BT memiliki luas 56 Ha dengan keliling 5036m. Pulau Menjangan Besar termasuk dalam zona pemanfaatan di Taman Nasional Karimunjawa. Pengamatan fisik pantai dilakukan dengan mencatat jenis vegetasi yang ada di sepanjang pantai, kemiringan pantai, keberadaan sarang penyu dan predator potensial bagi telur penyu yang dijumpai.
Kemiringan pantai antara 00 - 50. Pada plot MJB07-MJB012,MJB14 – MJB16 pantai berbatu dan ditunbuhi mangrove dari jenis Rhizophora sp. Vegetasi yang dijumpai : Scaevola tacada, Pandanus sp., Casuarina equisetifolia, Guettarda speciosa, kelapa, rumput. Predator potensial yang ditemui adalah burung,Cardisoma carnivex, semut. Dipulau ini terdapat budidaya ikan dengan karamba. Jumlah bekas sarang yang ditemukan, 1 sarang penyu hijau dan 7 sarang penyu sisik (Identifikasi dan inventarisasi penyu , 2003).

05 Oktober, 2007

Habitat


Pengamatan Habitat Penyu di Pulau Sintok

Oleh Tim Penyu 2006
(Susi Sumaryati, S.Pi, Sutris Haryanta, S.H., Hartono, Zaenul Abidin, Kuswadi)

Tujuan yang ingin dicapai pada pengamatan ini adalah untuk mengetahui jumlah penyu yang mendarat pada saat musim baratan (September – Maret) yang diduga merupakan saat yang tepat bagi penyu untuk mendarat, perilaku bertelur dan daya dukung lingkungan. Pengamatan dilakukan mulai 27 Desember 2003 sampai dengan 7 Maret 2004, bekerja sama dengan WCS.
Untuk memudahkan pengamatan, pulau Sintok dibagi menjadi 9 plot, jarak antar plot 200m. Setiap malam dilakukan pengamatan pada pantai disekitar pulau untuk mengetahui kemungkinan adanya penyu yang mendarat. Pada 31 Desember 2003 dijumpai sarang baru di stasiun 04, diperkirakan merupakan sarang penyu sisik. Sarang penyu ini akhirnya menetas pada tanggal 5 Maret 2004, jumlah tukik yang dilepaskan adalah 106 ekor. Di stasiun 01 dijumpai bekas jejak penyu tapi tidak ditemukan sarang penyu, diperkirakan penyu naik dan mengurungkan niatnya untuk bertelur. Pada 13 Januari 2004 ditemukan 3 jejak penyu disekitar stasiun 02 dan 03. Tanggal 10 Pebruari 2004 dijumpai secara langsung penyu sisik yang sedang bertelur, panjang lengkung karapas mencapai 75cm dan lebar lengkung karapas 68cm.

Stasiun STK01 memiliki kemiringan 30 sangat landai, lebar pantai 8m, pada saat air pasang, pantai terendam air sampai pada batas vegetasi. Vegetasi yang terdapat disekitar stasiun adalah gabusan (Scaevola tacada), sangat rapat dan banyak terdapat sampah kayu gelondong, sehingga akan menyulitkan penyu untuk membuat sarang. Ukuran butiran pasir didominasi ukuran kasar dengan persentase 43,64%, kelembaban pasir mencapai 7,8%.
Pantai di STK02 memiliki kemiringan 40, ukuran butiran pasir didominasi ukuran sedang dengan persentase 51,16%, kadar air dalam pasir mencapai 7,85%. Kemiringan pantai di STK03 antara 30 - 40 , ukuran butiran pasir dominasi ukuran sedang dengan persentase 44,68%, kadar air dalam pasir 10,4%. Jenis vegetasi yang sering dijumpai, gabusan (Scaevola tacada) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia). STK04 memiliki kemiringan 30 , ukuran butiran pasir dominasi ukuran kasar yaitu 45,32%,kandungan air dalam pasir 8,4%.
STK05 dan STK06 memiliki kemiringan antara 30 dan 40, disepanjang pantainya sering ditemui kayu penghalang. Ukuran butiran pasir di kedua stasiun adalah dominasi ukuran sedang (40,52%) dan ukuran kasar (36,68%). Kadar air di STK06 lebih tinggi (9.8%) dibandingkan dengan di STK05 (7.8%). Pada STK07 dominasi ukuran sedang (73,12%) kemiringan pantai antara 10 – 30 dengan kandungan air dalam pasir 8,45%. STK08 dan STK09 memiliki kemiringan antara 20 – 40, ukuran butiran pasir merupakan pasir kasar, dengan kandungan air dalam pasir 9,8% dan 10,5%.
Ukuran butiran pasir berpengaruh pada kestabilan suhu dan kadar air dalam sarang, penyu biasa meletakkan telur pada pantai dengan ukuran butiran pasir 0,28 – 0,31mm yaitu pasir ukuran sedang dengan latar hutan yang lebat sehingga sarang terlindung dari predator dan suhu relatif stabil. Kecenderungan ini juga dijumpai pad apenyu yang mendarat di Pulau Sintok. Ukuran butiran pasir pada sarang tempat penyu bertelur yang ditemukan di STK04 dan STK01, didominasi ukuran sedang masing-masing 60,36% dan 77,28%. Sedangkan kadar air dalam pasir tempat penyu meletakkan telurnya relatif rendah yaitu antara 6,2% dan 8,2%. Persentase kandungan air pasir yang optimum untuk penyu adalah 14%, ini berarti bahwa kandungan air pasir di Pulau Sintok (6,2- 10,5%) lebih rendah dari nilai optimum yang seharusnya. Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa penyu sebenarnya meletakkan telur di pasir dengan kelembaban rendah tapi tidak sampai pada kondisi kering.
Tipe pasang surut perairan ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut dalam satu kali (24 jam). Kondisi pasang surut di Pulau Sintok cenderung memiliki tipe pasang surut campuran yang condong ke diurnal (tunggal). Pasang tertinggi mencapai kisaran 51,86cm dan surut terendah 29,9cm.
Pengamatan daya dukung lingkungan di Pulau ini menunjukkan bahwa pulau Sintok merupakan pulau tempat bertelur penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Selain itu kondisi terumbu karang disekeliling pulau kemungkinan besar menjadi feeding ground bagi penyu sisik. (smart424)

Konservasi


Konservasi Penyu di Taman Nasional Karimunjawa
Oleh
Susi Sumaryati S.Pi
(Pengendali Ekosistem Hutan (PEH)Taman Nasional Karimunjawa)

Pelestarian penyu dirasa semakin penting setelah diketahui bahwa populasi penyu dialam sudah semakin menurun. Menurunnya jumlah penyu disinyalir disebabkan karena pemanfaatannya yang tidak bijaksana dan rusaknya habitat tempat penyu bertelur. Upaya pelestarian telah dilakukan di Taman Nasional Karimunjawa, salah satunya dengan melakukan penandaan (tagging), mencoba melakukan penetasan buatan bagi telur penyu. Banyaknya pulau yang didarati penyu merupakan keuntungan sekaligus kendala bagi pelestarian penyu di Taman Nasional Karimunjawa, terutama dalam hal keamanan telur penyu dari predator dan manusia. Kegiatan pelestarian penyu terbagi menjadi 2 metode yaitu metode kebijakan pelestarian secara konservatif dan kebijakan pelestarian secara positif (Anonymous, 2000). Kebijakan pelestarian secara konservatif merupakan metode pelestarian yang berlangsung secara alami yaitu membiarkan telur menetas pada sarang alami dengan mencegah pencurian/pengambilan telur, memantau habitat tempat penyu mendarat. Kebijakan pelestarian secara positif dengan memperbanyak populasi penyu dengan teknik manajemen, meliputi pemindahan telur dari sarang alami ke sarang buatan, memelihara tukik dalam waktu tertentu kemudian melepaskannya ke laut. Penerapan metode tersebut diatas tentu memerlukan pertimbangan dengan didukung data yang memadai, sehingga didapat metode yang sesuai dengan kondisi di Taman Nasional Karimunjawa.
1. Penandaan (Tagg) Penyu
Taman Nasional Karimunjawa telah melaksanakan upaya konservasi penyu sejak tahun 2003, sehingga sampai dengan saat ini konservasi penyu di Karimunjawa telah berlangsung selama 3 tahun. Tahun 2003 merupakan awal dilaksanakan penandaan/tagging penyu di Taman Nasional Karimunjawa. Sepanjang tahun ini jumlah penyu yang diberi tag berjumlah 36 ekor terdiri dari 13 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dan 23 ekor penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Dari 13 ekor penyu hijau , enam ekor diantaranya merupakan penyu dewasa hal ini dapat diperkirakan berdasarkan ukuran (CCL dan CCW) dan berat. Lima ekor penyu hijau memiliki berat antara 81- 105kg dengan panjang lengkung karapas (CCL) antara 88 – 98 cm sedangkan satu ekor lagi berdasarkan ukuran lengkung karapasnya merupakan penyu dewasa (80 cm) sedangkan beratnya 56kg. Menurut Marquez (1990) , ukuran dan berat minimum yang dicapai penyu pada saat pertama kali bertelur yang pernah tercatat di Solomon adalah 78 cm dan 68 kg, ukuran ini berbeda dibeberapa lokasi tergantung pada kondisi perairan tempat hidup. Pada penyu sisik yang telah di tag dari 23 ekor yang ada merupakan penyu yang belum dewasa (juvenil ). Ukuran penyu sisik yang telah dewasa mencapai berat antara 40 – 56 kg dengan ukuran panjang standart karapasnya (SCL) antara 68 – 80 cm (Marquez, 1990).
Disepanjang tahun 2004 jumlah penyu yang diberi tag berjumlah 31 ekor terdiri dari enam ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dan 25 ekor penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Ditahun ini pemasangan tag hanya dilakukan pada salah satu flipper yaitu disebelah kanan atau kiri saja. Dari 31ekor penyu yang di tag hanya satu ekor penyu dengan nomor tag ID 3371 merupakan penyu yang ditemukan bertelur di Pulau Sintok. Terdapat satu penyu yang kami beri nama “Marinem” dengan nomor tag ID 3372 merpakan penyu yang diserahkan secara sukarela oleh penduduk Kemujan setelah dipelihara selama satu tahun dalam kolam air tawar, sehingga sebelum dilepas ke habitatnya penyu ini harus melalui proses adaptasi selama satu bulan. Dua puluh sembilan lainnya merupakan penyu yang belum dewasa. Penyu yang di tag selama tahun 2004 ini hampir seluruhnya (30 ekor) merupakan penyu yang tertangkap oleh jaring nelayan yang diserahkan kepada petugas Taman Nasional Karimunjawa. Seringnya penyu tertangkap oleh jaring nelayan menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai penggunaan jenis alat tangkap yang dipakai dan sosialisasi pada masyarakat untuk menyerahkan penyu tersebut.
Sampai dengan bulan Desember 2005 jumlah penyu yang diberi tag berjumlah 29 ekor semuanya dari jenis penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Secara keseluruhan penyu yang telah diberi tag di Karimunjawa dari Februari 2003 sampai dengan Desember 2005 berjumlah 90 ekor terdiri dari 19 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dan 80 ekor penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

2. Penetasan Semi Alami
Kebiasaan memakan daging dan telur penyu sudah lama dilakukan oleh sebagian masyarakat di Karimunjawa dan tidak dapat dipungkiri sampai saat inipun masih ada yang mengkonsumsi penyu. Masyarakat karimunjawa yang bermata pencaharian sebagai nelayan menganggap hal yang wajar untuk mengkonsumsi daging dan telur penyu. Penyu sering tertangkap secara kebetulan oleh jaring nelayan atau terkadang mereka sengaja mencari penyu yang sedang beristirahat disela-sela terumbu karang. Penyu memang akan mudah ditangkap pada saat sedang beristirahat yaitu pada siang hari sekitar pukul 10.00 – 12.00. Untuk mencari telur penyu dapat dilakukan pada siang atau malam hari, bagi mereka yang sudah terbiasa, mencari telur penyu merupakan hal yang mudah. Selain manusia, saat masih berbentuk telur disarang alami, penyu memiliki predator alami yang dapat merusak telur yaitu biawak dan semut. Faktor alam yang juga dapat merusak telur adalah air laut, karena penyu kadang meletakkan telurnya pada pantai yang masih terkena air laut saat pasang.
Salah satu upaya menjaga supaya telur tetap menetas dilakukan pemindahan dari sarang alami ke tempat penetasan semi alami. Sejak Juli 2004 Taman Nasional Karimunjawa memiliki Tempat Penetasan Semi Alami yang terdapat di Pulau Menjangan Besar. Menjangan Besar merupakan pulau yang paling memungkinkan untuk dibuat penetasan semi alami. Faktor pendukung utama adalah adanya dukungan dari pemilik pulau untuk membuat penetasan semi alami di tempatnya. Di pulau ini telah terdapat kegiatan budidaya ikan dikaramba, sehingga akan dapat dilakukan banyak aktifitas oleh wisatawan saat berkunjung. Tempat penetasan yang berukuran 2 x 4 meter ini dapat menampung lebih kurang 12 ember yang berisi telur.
Penetasan semi alami dilakukan di pulau Menjangan Besar, telur yang ditetaskan merupakan hasil temuan nelayan yang kemudan dilaporkan kepada petugas Taman Nasional Karimunjawa. Tercatat dari 20 temuan telur, 12 diantaranya merupakan hasil dari laporan masyarakat (nelayan) kepada petugas. Nelayan yang melapor kepada petugas tentang keberadaan telur diberikan sejumlah uang sebagai bentuk penggantian bahan bakar kapal. Jumlah uang yang diberikan berkisar antara Rp 200.000,00 – Rp 250.000,00 tergantung pada jauh dekatnya pulau tempat telur ditemukan. Untuk satu sarang penyu biaya yang dibutuhkan dari proses pelaporan sampai pelepasan kembali rata-rata sejumlah Rp 600.000,00 dengan perincian : penggantian biaya bahan bakar Rp 200.000,00 – Rp 250.000,00, biaya penjaga sarang Rp 100.000,00 dan sewa kapal untuk pelepasan anak penyu (tukik) Rp 250.000,00.
Pemindahan telur dilakukan oleh petugas sebagai upaya mengurangi resiko rendahnya persentase penetasan semi alami. Namun demikian ada juga nelayan yang menyerahkan dalam bentuk telur yang sudah diambil dari asalnya. Pulau tempat telur ditemukan sepanjang tahun 2003 – 2005 yaitu : Menjangan kecil (6 kali), Sintok (5 kali), Geleang (2 kali), Cendekia (1 kali), Bengkoang (2 kali), Krakal Kecil (1 kali), Cemara Besar (1 kali), Burung (1 kali) dan Krakal Besar (1 kali).
Telur yang ditemukan sepanjang Februari 2003 – Desember 2005 berjumlah 2870 butir, yang ditetaskan berjumlah 2798 butir, selisih 72 butir menunjukkan bahwa saat ditemukan terdapat telur yang pecah karena proses pencarian telur atau ada yang dimakan biawak. Telur yang berada dalam penetasan semi alami juga memilki peluang terjadi kegagalan pentasan atau persentase penetasannya rendah. Dari hasil analisa, hal ini disebabkan karena proses pemindahan yang tidak benar dan kondisi dalam penetasan semi alami yang tidak optimal seperti kandungan air dalam pasir yang terlalu tinggi atau suhu yang terlalu rendah. Dalam penetasan semi alami persentase keberhasilan penetasan berkisar antar 0% - 100%, rata-rata persentase penetasan 54,75%.
Dari 2798 butir, 26 ekor tukik mati, 1240 butir gagal/tidak menetas karena telur telah busuk, sehingga yang berhasil ditetaskan dan kemudian dilepaskan ke habitat aslinya berjumlah 1532 ekor tukik (anak penyu). Tukik keluar dari lubang penetasan pada malam hari hal ini berhubungan dengan menurunnya suhu pasir dan untuk menghindari pemangsa alami. Saat yang tepat untuk melepaskan tukik yang telah keluar dari sarang adalah sore hari saat matahari tenggelam atau pagi hari. Karena itulah maka tukik dari penetasan semi alami dipelihara dalam karamba kecil sebelum dilepaskan. Pelepasan tukik diupayakan dilakukan ditempat telur ditemukan, dengan harapan pada saat dewasa dan akan bertelur dia akan kembali ke pulau tersebut. Namun tidak semua tukik dapat dilepaskan ditempat telur ditemukan karena sering kali tingginya biaya operasional yang dibutuhkan.

3. Peran serta Masyarakat
Selain dimanfaatkan daging dan telurnya, karapas dari penyu (penyu sisik) dimanfaatkan untuk kerajinan, seperti kalung, gelang dan cincin. Keterlibatan masyarakat di sekitar pulau tidak hanya dapat diatasi dengan melarang masyarakat mengambil telur penyu atau menangkap penyu, karena dengan melarang tanpa memberikan alternatif solusi tidak akan memberikan manfaat bagi kedua pihak (masyarakat dan taman nasional). Cara yang mungkin dapat dilakukan yaitu mengikut sertakan kelompok masyarakat dalam upaya pelestarian yaitu dengan menjadi pendamping dalam kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian, misal : mendampingi peneliti penyu, memberi informasi keberadaan sarang penyu dan menjaganya. Dengan cara ini selain menambah pemasukan finansial dari masyarakat juga akan membantu upaya pelestarian. Menyebarkan informasi mengenai penyu seperti : cara berkembang biak, tempat hidup, pemangsa, kondisi pantai bertelur penyu, gangguan yang menghambat populasi penyu. Saat ini sudah terbentuk dua kelompok pelestari penyu di Desa Karimunjawa dan Kemujan. Tujuan adanya kelompok pelestari penyu adalah untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian penyu di Taman Nasional Karimunjawa. Kelompok Pelestari Penyu Karimunjawa diketuai oleh Bapak Ismarjoko sedangkan Kelompok Pelestari Penyu Kemujan berada di dusun Batu Lawang, Kemujan diketuai oleh Bapak Heri. Dengan bantuan dana dari Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional Karimunjawa, kelompok pelestari penyu dapat melakukan pembuatan tempat penetasan semi alami, pembuatan karamba atau bak pemeliharaan tukik dan pembuatan kaos penyu.
Komitmen dari semua pihak yang terkait menjadi modal utama bagi upaya konservasi. Selama tiga tahun ini memang banyak kendala yang dihadapi baik dari intern dan ekstern Taman Nasional Karimunjawa tapi diharapkan semua itu dapat menjadi bahan evaluasi bagi langkah konservasi penyu di Taman Nasional Karimunjawa. (smart 424)